Gempa bumi adalah goyangan pada permukaan bumi yang disebabkan oleh pelepasan energi secara mendadak dari litosfer bumi.
Terdapat banyak sekali jenis gempa bumi, mulai dari gempa sangat lemah yang hampir tak terasa, hingga gempa sangat kuat yang dapat meruntuhkan gedung dan jembatan.
Aktivitas seismic suatu daerah ditentukan oleh frekuensi, kekuatan, dan dan tipe gempa bumi yang dialami lokasi tersebut dalam jangka waktu tertentu.
Namun, tidak semua getaran seismic dianggap sebagai gempa bumi, ada pula yang dianggap sebagai tremor.
Secara umum, gempa bumi terjadi ketika ada pelepasan energi elastis dalam jumlah cukup besar sehingga mampu menggerakkan patahan.
Gerakan antar sisi patahan umumnya tertahan oleh permukaan irregular yang memiliki gaya gesek tinggi, ketika patahan tersebut sudah terkunci, dorongan apapun akan meningkatkan tegangan sisi patahan tersebut yang disimpan dalam bentuk energi elastis.
Faktor Alam yang Mempengaruhi Gempa Bumi
Jenis Sesar

Terdapat tiga jenis utama sesar yang dapat menyebabkan gempa bumi yaitu, normal, strike slip, dan reverse (thrust).
Sesar normal umumnya terjadi pada daerah dimana kerak bumi diekstensi, contohnya adalah pada zona divergen.
Sesar reverse umumnya terjadi pada area dimana kerak bumi ditekan, contohnya adalah pada zona konvergen.
Sesar strike-slip terjadi ketika dua sisi dari sebuah sesar bergerak pada arah yang berlawanan dan saling bergesekan.
Sesar yang umumnya diasosiasikan dengan gempa berkekuatan besar adalah reverse fault, hampir semua gempa berskala 8 keatas masuk kedalam kategori megathrust.
Sesar strike slip, terutama sesar transform continental, dapat menciptakan gempa paling kuat berskala 8.
Sesar normal umumnya menciptakan gempa bumi yang relative lemah dibanding jenis sesar lainnya, gempa paling kuat yang dapat diciptakan oleh sesar normal adalah skala 7.
Ketiga jenis sesar ini juga berkorelasi dengan level tegangan yang ada pada kerak bumi, tegangan tertinggi umumnya menciptakan sesar reverse, tegangan menengah menciptakan sesar strike-slip, dan tegangan rendah menciptakan sesar normal.
Gempa Jauh dari Batas Lempeng
Ketika terdapat batas lempeng antara dua kerak benua, deformasi yang terjadi tersebar pada area yang luas, terkadang melebihi zona batas lempeng.
Persebaran deformasi ini menyebabkan terjadinya gempa di sekitar wilayah batas lempeng.
Contoh dari gempa seperti ini adalah di sesar San Andreas, banyak gempa bumi di wilayah tersebut yang justru disebabkan oleh tegangan yang ada di sekitar batas lempeng, bukan di batas lempengnya.
Semua lempeng tektonik memiliki tekanan internal yang disebabkan oleh interaksi dengan lempeng lain dan juga perubahan beban lempeng seperti erosi, sedimentasi, dan deglasiasi.
Tegangan internal ini dapat menyebabkan aktifnya patahan yang sudah ada atau bahkan menciptakan patahan dalam lempeng yang baru.
Oleh karena itu, tidak benar bahwa Kalimantan sama sekali tidak bisa terkena gempa karena berada ditengah-tengah lempeng. Kalimantan juga bisa terkena gempa, hanya saja risikonya jauh lebih kecil.
Gempa Dalam dan Dangkal
Umumnya gempa bumi tektonik pada ring of fire berasal dari kedalaman sekitar 10 km.
Gempa bumi yang terjadi pada kedalaman lebih dangkal dari 70 km dapat dianggap sebagai gempa dangkal.
Gempa yang terjadi antara kedalaman 70-300 km dianggap sebagai gempa menengah, dan gempa yang terjadi dibawah kedalaman 300 km dianggap gempa dalam.
Gempa dalam ini umumnya terjadi pada zona subduksi yang mana kerak samudra terbenam dibawah kerak benua. Zona seismik aktif ini dikenal sebagai Wadati-Benioff Zone.
Keterkaitan dengan Aktivitas Vulkanik
Gempa bumi umumnya terjadi pada wilayah vulkanik, pada wilayah tersebut, gempa bumi disebabkan oleh gerakan tektonik dan juga pergerakan magma gunung api.
Gempa yang terjadi pada daerah vulkanik biasanya dapat dianggap sebagai early warning bagi letusan yang akan datang. Contohnya adalah saat gunung St. Helens tahun 1980 di Amerika Serikat yang didahului gemuruh gempa.
Earthquake swarm atau runtutan gempa-gempa dapat menunjukkan wilayah pergerakan magma dalam wilayah vulkanik. Gempa ini dapat diukur menggunakan seismometer dan tiltmeter untuk memprediksi kemungkinan letusan gunung api.
Gaya Pasang Surut
Gaya pasang surut juga dapat mempengaruhi fenomena gempa, hal ini terjadi karena gaya pasang surut dapat memberikan dorongan dan tarikan pada lempeng bumi.
Ketika gaya pasang surut menemukan formasi patahan yang sudah memiliki tegangan tinggi, tidak membutuhkan gaya banyak untuk menciptakan gempa bumi.
Menurut penelitian yang ada, gempa bumi sedikit lebih banyak terjadi saat surut. Hal ini terjadi karena berkurangnya beban pada reverse fault, sehingga gaya gesek berkurang, dan patahan dapat menjadi aktif.
Rangkaian Gempa Bumi
Fenomena gempa bumi umumnya merupakan bagian dari suatu rangkaian gempa, jarang sekali ada gempa yang terjadi sendiri tanpa gempa lain. Rangkaian gempa bumi ini umumnya diisi oleh tremor-tremor kecil yang tidak berbahaya.
Aftershock dan Foreshock
Aftershock atau gempa susulan adalah gempa bumi yang terjadi setelah gempa bumi utama(mainshock) terjadi.
Aftershock selalu berada pada daerah yang sama dengan gempa utama, namun memiliki magnitude yang lebih kecil. Jika magnitude aftershock lebih besar dari gempa utama, maka aftershock akan dijadikan mainshock, dan gempa utama akan dijadikan foreshock.
Gempa aftershock terjadi karena kerak bumi di sekitar patahan menyesuaikan diri setelah terkena gempa utama.
Earthquake Swarm
Earthquake swarm adalah istilah bagi serangkaian gempa bumi yang melanda suatu tempat tertentu dengan interval antar gempa relatif dekat.
Perbedaannya dengan aftershock-foreshock adalah pada fenomena ini, magnitudo gempa hampir semuanya sama, sehingga tidak ada gempa utama.
Intensitas
Getaran dan goyangan pada permukaan sudah diketahui sejak zaman dahulu, namun belum ada metode untuk mengukurnya dan menentukan sebabnya secara pasti.
Sebelum ditemukannya seismometer akurat, intensitas getaran dan goyangan dihitung berdasarkan dampak dan kerusakan yang ditimbulkan.
Skala pengukuran gempa pertamakali dicetuskan oleh Charles F Richter pada tahun 1935. Setiap skala-skala selanjutnya selalu memiliki karakteristik khas, yaitu setiap kenaikan satu tingkat, energi yang dihasilkan naik 32 kali lipat, dan amplitudo getaran tanah meningkat 10 kali lipat.
Frekuensi
Diestimasikan bahwa terjadi hampir 500.000 gempa bumi setiap tahunnya. Hanya 100.000 yang cukup kuat untuk dapat dirasakan oleh manusia.
Gempa mikro atau gempa yang sangat lemah terjadi setiap saat di tempat-tempat perbatasan lempeng seperti California, Jepang, Indonesia, Portugal, Turki, dan Nepal, namun sebenarnya gempa dapat terjadi dimana saja.
90% gempa bumi dunia dan 81% gempa bumi dengan kekuatan terbesar terjadi di daerah Pacific ring of fire.
Sebuah zona berbentuk tapal kuda sepanjang 40.000 km yang mengelilingi samudera Pasifik. Zona ini merupakan daerah perbatasan lempeng dari lempeng pasifik dengan lempeng-lempeng lainnya.
Efek Gempa Bumi
Getaran Tanah
Getaran tanah merupakan dampak utama dari fenomena gempa bumi. Efek dari fenomena ini terhadap lingkungan sekitar tergantung dari intensitas gempa, jarak dari pusat gempa, dan kondisi geomorfologi lokal.
Kondisi geomorfologi tertentu dapat memperkuat getaran tanah yang terjadi. Fenomena ini dikenal sebagai amplifikasi gempa. Amplifikasi umumnya disebabkan oleh transfer gelombang dari bedrock yang bersifat keras ke tanah atas yang lebih lembek.
Retakan pada permukaan bumi juga merupakan dampak dari getaran tanah. Fenomena ini merupakan sumber risiko yang sangat berbahaya terhadap konstruksi bangunan seperti jalur pipa gas, bendungan, pembangkit listrik, jalan raya, dan juga jembatan.
Oleh karena itu, sangat penting bagi geologist, ahli konstruksi, dan perencana untuk memetakan lokasi-lokasi yang berpotensi untuk terjadi retakan tanah sehingga tidak dibangun infrastruktur pada lokasi tersebut.
Gerakan Tanah
Gempa bumi, aktivitas vulkanik, badai, kebakaran hutan, dan erosi pantai dapat menyebabkan pergerakan massa tanah. Fenomena-fenomena diatas dapat menyebabkan lereng menjadi tidak stabil sehingga terjadi pergerakan massa tanah seperti longsor.
Gerakan tanah rawan sekali terjadi pada wilayah yang tanah/batuannya sudah mengalami pelapukan berat.
Kebakaran
Gempa dapat menyebabkan kebakaran ketika terjadi kerusakan pada jaringan kabel listrik ataupun jaringan pipa gas/minyak.
Jika jaringan pipa air juga terputus, akan lebih sulit memadamkan kebakaran yang terjadi. Pemadam kebakaran tidak akan mampu mengeluarkan air dari hidran-hidran darurat dikarenakan kurangnya tekanan air.
Contoh dari fenomena ini adalah pada saat gempa tahun 1906 di San Francisco. Jauh lebih banyak orang yang meninggal karena efek kebakaran dibandingkan gempa.
Likuefaksi
Likuefaksi terjadi ketika tanah yang bersifat granular dan memiliki kandungan air mengalami guncangan. Ketika terjadi guncangan, tanah jenis ini kehilangan kekuatannya dan berubah dari padat menjadi cair.
Likuefaksi dapat menyebabkan tenggelamnya bangunan, kendaraan, dan bahkan manusia jika tidak waspada.
Contohnya adalah pada gempa Alaska tahun 1964 dimana banyak bangunan yang tenggelam dan hancur di dalam tanah.
Contoh lain adalah gempa bumi di Palu tahun 2018 dimana terjadi likuefaksi dan amplifikasi gempa secara lokal.
Tsunami

Tsunami adalah gelombang laut dengan panjang gelombang yang panjang dan disebabkan oleh perpindahan massa air secara tiba tiba.
Di laut lepas, jarak antar puncak gelombang tsunami dapat mencapai 100 km dengan perioda gelombang antara 1 menit hingga 1 jam.
Tsunami bergerak dengan sangat cepat, di laut lepas kecepatannya dapat mencapai 800 km/jam. Oleh karena itu, komunitas pesisir hanya memiliki waktu sedikit untuk bersiap dan melakukan evakuasi. Durasi antara gempa dengan tsunami umumnya hanya beberapa jam.
Salah satu penyebab dari perpindahan massa air secara tiba-tiba adalah gempa bumi. Umumnya, gempa dengan intensitas dibawah 7.5 skala richter tidak menyebabkan tsunami, namun terdapat kasus spesifik dimana hal tersebut terjadi.
Salah satu contoh dimana gempa menjadi penyebab tsunami adalah pada saat gempa dan tsunami tahun 2004 di Samudera Hindia yang lebih kita kenal dengan tsunami Aceh.
Banjir
Banjir adalah limpasan air yang melewati daratan. Banjir terjadi ketika jumlah air pada suatu badan air melebihi kapasitasnya untuk menampung air, sehingga air meluap melebihi batasannya.
Gempa dapat menyebabkan kerusakan struktural pada pintu air atau bendungan sehingga menyebabkan kebocoran atau runtuhnya struktur tersebut. Ketika itu terjadi, daerah yang berada didepan struktur tersebut akan dibanjiri oleh air.
Gempa juga dapat menyebabkan bendung alam yang terdiri dari pohon jatuh atau tumpukan tanah. Hal ini dapat menyebabkan air tertahan dibelakangnya.
Ketika terjadi gempa lagi atau ada faktor lain yang melemahkan bendung alam tersebut, air yang tertahan dapat mendesak keluar. Fenomena ini dikenal sebagai banjir bandang atau flash flood
Dampak Manusia
Gempa dapat menyebabkan kehilangan nyawa dan kerusakan infrastruktur buatan manusia.
Gempa juga dapat menyebabkan kerusakan pasca bencana. Rusaknya infrastruktur dapat menyebabkan epidemi penyakit, kurangnya asupan nutrisi, dan ketidakadaan tempat untuk bermukim bagi warga.